Raden Antasena adalah putra Arya Wekudara yang ketiga dengan Dewi 
Urangayu, putri Sanghyang Baruna, dewi ikan yang berkedudukan di 
Kisiknarmada. Pertemuan Bima dengan Dewi Urangayu terjadi ketika Resi 
Druna menguji siswanya di perguruan Sokalima. Saat itu Werkudara diadu 
dengan duryudana, karena kalah dalam menggunakan gada, Duryudana sakit 
hati. Ia menyuruh Dursasana agar melenyapkan Werkudara.
Dursasana pura-pura mengadakan pesta memeriahkan pendadaran siswa 
Sokalima tadi. Dalam pesta itu Werkudara memeriahkan pendadaran siswa 
Sokalima tadi. Dalam pesta itu Werkudara diajak minum tuak. Karena 
terlalu banyak minum, Aryaa Sena mabuk dan jatuh pingsan. Dalam keadaan 
pingsan itulah tubuh Sena diikat lalu diceburkan ke dalam sungai Jamuna.
 Tubuh Bima hanyut hingga ke Kisik narmada (pertemuan sungai Jamuna dan 
sungai Gangga). ia ditolong oleh Batara Baruna dan disembuhkan dengan 
air Rasakunda. Akhirnya Arya Bima dijodohkan dengan putrinya Dewi 
Urangayu adik Urang Rayung yang menjadi istri Anoman dan berputera 
Trigangga. Perkawinan Bima dengan Dewi Urangayu inilah akhirnya Arya 
Sena berputera Raden Antasena, berkedudukan di Kisik Narmada ikut 
kakeknya.
Bersamaan lahirnya Antasena, kahyangan Suralaya sedang digempur 
angkatan dari Girikadasar di bawah kekuasaan raja Kalalodra. namun raja 
raksasa berwajah ikan itu dapat dibinasakan oleh Antasena yang saat itu 
masih bocah. Dengan keberhasilan menumpas musuh dewa tersebut, Resi 
Mintuna (kakek Antasena) diangkat menjadi dewa menguasai ikan dengan 
gelar Batara Baruna.
Ketika Resi Bisma menyelenggarakan perlombaan membuat sungai menuju 
bengawan Gangga, Kurawa dan Pandawa saling berlomba. Werkudara dibantu 
pasukan dari Kisik Narmada yang dipimpin oleh Antasena berhasil membuat 
sungai yang kemudian oleh Bisma diberi nama Sungai Serayu. Kurawa hanya 
mampu membuat sungai yang tembus ke kali Serayu, maka sungai itu 
dinamakan Kelawing atau terbalik. Nama Kelawing dalam pedalangan disebut
 Kali Cingcinggoling.
Ketika usai perlombaan, Kurawa yang sakit hati kembali berusaha ingin
 membinasakn Pandawa. Ia bersekutu dengan raja Girisamodra Prabu Gangga 
Trimuka. Atas bujuk Sengkuni, Gangga Trimuka akan menguasai Tribuwana 
jika dapat membunuh padanwa sebagai tumbalnya. Prabu Gangga Trimuka 
kemudian menangkap Pandawa dan dipenjara ke dalam gedung kaca bernama 
Kongedah, sehingga Pandawa mati lemas di dalam penjara gedung kaca tadi.
Mengetahui Pnadawa dipenjara, Antasena melabrak raja Girisamodra. 
Prabu Gangga Trimuka dibinasakan dengan belai upas (sungut upas Jw.) dan
 Pandawa dikeluarkan dari Kongedah. Melihat kondisi Pandawa mati lemas, 
Antasena segera menghidupkan kembali dengan air kehidupan Madusena. Atas
 kemufakatan Pandawa, negara Girisamodra kemudian diserahkan kepada 
Antasena.
Tidak berbeda dengan Antareja, kakaknya. Antasena juga memiliki sisik
 pada kulitnya yang berfungsi untuk menangkal senjata tajam. Keduanya 
juga dapat membenamkan diri ke dalam tanah dan tak akan mati jika 
tubuhnya masih menyinggung air ataupun tanah. Dalam pedalangan, Antasena
 kawin dengan Dewi Manuwati, putri Arjuna dan Dewi manuhara.

Akhir riwayat Antasena diceritakan sebagai berikut: Pada waktu perang 
bharatayudha hampir terjadi, Antasena menghadap Sanghyang Wenang di 
kahyangan Alang-alang Kumitir. ia menanyakan tentang dirinya, bagaimana 
sikapnya menghadapi perang bharatayudha. Sanghyang Wenang menjelaskan 
bahwa Antasena tidak terdaftar di dalam kitab Jitapsara, bahakan oleh 
Sanghyang Wenang, ia dilarang terjun ke medan tempur. Apabila Antasena 
terjun, Pandawa justru akan mengalami kekalahan. Antasena dianjurkan 
menjadi tawur keluarga demi kejayaan Pandawa, akhirnya putra Bima itupun
 menurut. Sanghyang Wenang lalu memandang tubuh Antasena, yang semakin 
lama semakin kecil lalu hilang muksa ke alam nirwana. Bentuk/Wandanya : 
Bujang.
xxx
(versi wikipedia)
Antasena adalah putra Bima dan Dewi Urang Ayu. Tokoh ini paling sakti di
 antara tiga putra Bima. Jika Gatotkaca mampu terbang di udara dan 
Antareja mampu ambles bumi (hidup di bawah tanah), Antasena mampu 
terbang di udara, ambles bumi, dan menyelam. Sama seperti ayahnya, 
Antasena tidak bisa berbahasa santun (ngoko). Kendati demikian, Antasena
 berhati baik dan paling bijak di antara putra-putra Pandawa. Ia 
memiliki tubuh bersisik bagaikan udang dan tidak mempan ditusuk senjata.
Antasena beristrikan Dewi Jenakawati, putri Arjuna. Ia tidak ikut 
berperang di Bharatayudha. Bersama Wisanggeni, mereka menjadi tumbal 
agar Pandawa menang melawan Korawa. Syahdan, hal ini merupakan taktik 
yang diambil Kresna karena Antasena tidak terkalahkan. Hal ini akan 
membuat pertempuran tidak berimbang. Ada juga versi yang menyebutkan, 
Kresna takut karena dalam rencana dewa, Antasena akan bertanding dengan 
kakaknya, Baladewa.
Anantasena berwatak jujur, terus terang, bersahaja, berani kerena 
membela kebenaran, tidak pernah berdusta. Setelah dewasa, Anantasena 
menjadi raja di negara Dasarsamodra, bekas negaranya Prabu Ganggatrimuka
 yang mati terbunuh dalam peperangan.
Anatasena meninggal sebelum perang Bharatayudha. Ia mati moksa 
(lenyap dengan seluruh raganya) atas kehendak/kekuasaan Sang Hyang 
Wenang